Senin, 10 Oktober 2011

Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa

Bhinnêka tunggal ika
tan hana dharma mangrwa

Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Terjemahan:
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
( Kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14)
Nenek moyang bangsa Indonesia telah terbiasa hidup dalam keberagaman. Pluralitas pun sudah ada jauh sebelum Pancasila menjadi dasar negara.  Aneka ragam budaya, kepercayaan, suku, bahasa, maupun etnisnya. Keragaman itulah yang menjadi faktor kekuatan dan sekaligus kelemahan bangsa ini. Bila dikelola dengan baik, maka keragaman itu akan menjadikan bangsa yang jaya. Tetapi, bila tidak dapat dikelola dengan baik, yang terjadi adalah kehancuran. Di negara yang beragam ini hendaknya dijauhi sikap hidup mau "menyeragamkan". Kalau dipaksa terus menerus untuk sama dan seragam, akan terjadi kondisi menang jadi arang, kalah jadi abu. Artinya, hancur semua. Keberagaman itu bukanlah hambatan untuk menjalin persatuan. Indonesia bisa bersatu dalam semangat pluralitas.
Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea II disebutkan bahwa “ perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa menghantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur “. Berdasarkan pernyataan yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut maka pengertian “ Persatuan Indonesia “ dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia merupakan faktor yang penting dan sangat menentukan keberhasilan perjuangan rakyat Indonesia. Persatuan merupakan suatu syarat yang mutlak untuk terwujud suatu negara dan bangsa dalam mencapai tujuan bersama. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia peranan persatuan Indonesia masih tetap memegang kunci pokok demi terwujudnya tujuan bangsa dan negara Indonesia. Oleh kerena itu pengertian Persatuan Indonesia sebagai hasil yaitu dalam wujud persatuan wilayah, bangsa, dan susunan negara, namun juga bersifat dinamis yaitu harus senantiasa dipelihara, dipupuk, dan dikembangkan.
Jadi makna “ Persatuan Indonesia “ adalah bahwa sifat dan keadaan negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat satu. Sifat dan keadaan negara Indonesia yang sesuai dengan hakikat satu berarti mutlak tidak dapat dibagi, sehingga bangsa dan negara Indonesia yang menempati suatu wilayah tertentu merupakan suatu negara yang berdiri sendiri memiliki sifat dan keadaannya sendiri yang terpisah dari negara lain di dunia ini. Negara Indonesia merupakan suatu diri pribadi yang memiliki ciri khas, sifat dan karakter sendiri yang berarti memiliki suatu kesatuan dan tidak terbagi-bagi. Makna “Persatuan Indonesia“ dibentuk dalam proses sejarah yang cukup panjang sehingga seluruh bangsa Indonesia memiliki suatu persamaan nasib, satu kesatuan kebudayaan, kesatuan wilayah serta satu kesatuan asas kerohanian Pancasila yang terwujud dalam persatuan bangsa, wilayah, dan susunan negara.
Berangkat dari konsep inilah kemudian muncul satu kerangka yang menuntut adanya interaksi antar kelompok yang berbeda dengan landasan saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Ringkasnya, seluruh komponen plural yang terlibat di dalamnya memiliki kedudukan yang sama. Sama dalam artian sama-sama berhak untuk dihormati, sama-sama berhak untuk dihargai, dan sama-sama berhak untuk diayomi oleh negara.

Gagasan atau pemikiran untuk mengatasi memudarnya jati diri bangsa ?
Sebelum berbicara tentang gagasan atau pemikiran jati diri bangsa indonesia, maka perlu dipahami pengertian jati diri itu sendiri. Jati diri (human character) adalah suatu sifat, watak, rasa, akal, kehendak, semangat, roh kesadaran, dan kekuatan yang terdapat dalam jiwa manusia sebagai hasil proses belajar tentang nilai-nilai budaya yang luas dan muncul dalam perilaku atau tindakan. Terdapat jati diri yang bersifat individual, dan juga yang bersifat kolektif (bangsa dan negara). Jati diri bangsa indonesia memiliki ciri khas, yang tentu saja berbeda dengan jati diri manusia, bangsa dan negara lain di dunia.
Jati diri dapat mengkristal menjadi suatu kesadaran dan kekuatan yang dapat mempengaruhi dan menentukan tindakan atau perilaku, baik secara individual maupun secara kelompok. Jati diri yang tersusun ini adalah jati diri ideal yang akan membangun identitas diri manusia, bangsa dan negara indonesia. Jati diri itu akan menjadi bagian penting dalam interaksi simbolik ke dalam masyarakat dan akan membangun citra manusia, bangsa dan negara. Jati diri yang telah tersusun ini berbasis kepada budaya dan kepribadian Indonesia, antara lain : bersatu padu, religius, humanis, naturalis, terbuka, demokratis, integrasi dan harmoni, nasionalisme dan patriotisme, berkomitmen terhadap kebenaran, jujur dan adil, gotong royong,  profesional, ber-iptek, mandiri, etis dan moralis, kepatuhan kepada hukum, berjiwa kemasyarakatan, berjiwa kultural, berjiwa seni dan estetika.
Hal yang sangat memprihatinkan rakyat indonesia dewasa ini adalah adanya kondisi kehidupan manusia yang bersifat paradoks dan menjadi bagian dari krisis bangsa yang multi dimensional. Kondisi yang paradoks itu antara lain berupa masuknya budaya sekuler ke dalam kehidupan bangsa indonesia yang religius dan spiritualis sehingga berkembang gaya hidup modern yang bernilai materialistik, individualistik, liberalis, hedonis dan vulgar. Demikian juga tindakan mengklaim diri sebagai bangsa demokratis yang sangat menghargai rule of law, namun dalam kenyataannya telah terjadi berbagai konflik sosial dengan tindakan kekerasan serta yang melanggar hak asasi manusia. Sifat rakyat indonesia yang sangat menghargai kejujuran, keikhlasan, dan kemuliaan diri manusia, namun yang terjadi banyak orang mempunyai karakter diri yang hipokrit atau munafik. Sifat ramah, terbuka, dan bersahabat, namun yang sekarang terjadi adalah adanya gerakan sosial radikal yang memakai metode kekerasan untuk mencapai tujuan sehingga orang luar menyebut masyarakat indonesia sebagai sarang teroris. Kondisi sosial yang paradoks ini sangat perlu memperoleh perhatian semua pihak sehingga bangsa indonesia dapat memperoleh citra yang baik di masa depan. Untuk mengatasi kondisi sosial yang paradoks tersebut, maka rakyat indonesia harus membudayakan dan mensosialisasikan jati diri bangsa seperti yang telah dirumuskan di atas.
Hubungan antar suku bangsa indonesia belum harmonis karena banyak suku bangsa yang masih menyatakan adanya dominasi suku-suku besar yang lebih kuat sehingga suku-suku bangsa yang lemah merasa dijajah oleh bangsa sendiri. Di samping itu, globalisasi dan keterbukaan saat ini telah memperkuat paham etnosentrisme dan primordialisme sehingga beberapa suku bangsa di indonesia ingin mendirikan negara baru. Tentu keinginan yang demikian akan mengancam eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan pada akhirnya akan melahirkan konflik sosial dengan kekerasan. Diharapkan semua suku bangsa masih tetap memiliki loyalitas terhadap NKRI yang telah menjadi ikrar dari pendiri negara RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Hendaknya semua pihak meyakini bahwa pembangunan jati diri bangsa indonesia memiliki tujuan akhir, yaitu memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa indonesia.
Jati diri inilah yang akan membangun,  mengembangkan bangsa dan negara agar memiliki identitas diri secara komprehensif sebagai pribadi yang percaya pada diri sendiri, percaya akan potensi dengan kemampuan diri sendiri, mempertahankan harga diri, bersikap terbuka, dan moderat. Bangsa kita tidak berjati diri keras atau barbar, melainkan berjati diri halus, terbuka, moderat dan toleran, serta selalu menjauhkan diri dari tindakan kekerasan. Oleh karena itu, sangat perlu dilakukan pembudayaan jati diri melalui sosialisasi dan internalisasi yang berkelanjutan melalui wadah atau tempat seperti lembaga keluarga, lembaga pendidikan, swasta, maupun pemerintah, organisasi sosial, terutama organisasi politik, penyelenggaraan negara baik sipil, maupun militer, media massa, tokoh masyarakat, budaya dan agama, dan individu atau warga negara di manapun berada.
Kita harus menyadari bahwa setiap masyarakat akan menghadapai masalah perubahan sosial dan budaya yang selalu terjadi sebagai dampak dari proses-proses sosial dan budaya, seperti modernisasi dan industrialisasi. Sebagaimana dikatakan oleh ahli  Anthony Giddens dalam bukunya The Consequences of Modernization (1992), bahwa dampak modernisasi itu ada yng positif ada yang negatif. Memang modernisasi itu membawa perubahan-perubahan menuju suatu kemajuan sekaligus juga dapat membawa perubahan-perubahan negatif seperti runtuhnya institusi sosial dan pudarnya budaya lokal. Tradisi dan budaya lokal dapat hilang secara perlahan karena ditinggalkan masyarakatnya sendiri. Perubahan sosial budaya telah menimbulkan dampak pada pola-pola hubungan sosial antar warga masyarakat, perubahan perilaku gaya hidup (life style). Sebagaimana kita ketahui bahwa gaya hidup bebas atau liberal telah berkembang dalam masyarakat sehingga sangat mempengaruhi jati diri manusia, bangsa, dan negara.
Kita menghadapi persoalan besar, yaitu bagaimana kita harus melakukan pelestarian jati diri bangsa indonesia yang telah dirumuskan sebelumnya di tengah terjadi perubahan sosial budaya yang berkelanjutan? Dalam menghadapi kondisi itu, negara Indonesia telah mempunyai landasan dan pedoman yang tangguh dan baik, yaitu Pancasila. Berdasarkan nilai-nilai pancasila, bangsa Indonesia seharusnya mampu menyaring nilai-nilai budaya luar sehingga kita dapat mewujudkan kehidupan yang maju, tertib, tentram, adil, dan makmur tanpa mengurangi atau menghilangkan kepribadian bangsa. Pemerintah pun perlu mengkaji ulang peraturan-peraturan yang dapat menyebabkan pergeseran budaya bangsa, para pelaku usaha media massa perlu mengadakan seleksi terhadap berbagai berita, hiburan dan informasi yang diberikan agar tidak menimbulkan pergeseran budaya. Semua pihak harus mempunyai komitmen tinggi untuk melakukan pelestarian unsur dan nilai sosial budaya yang dianggap baik dan mulia, yang diharapkan dapat diteruskan ke generasi penerus.
Di tengah banyaknya deraan konflik dunia, sebenarnya Indonesia berpotensi untuk tampil ke depan. Indonesia bisa menjadi guru dan teladan dalam pluralitas. Kita bisa membuktikan kepada dunia bahwa kita adalah bangsa yang santun, kita bisa membuktikan bahwa kita adalah bangsa yang berpendidikan dan menghargai perbedaan, kita bisa membuktikan bahwa keberagaman bisa hidup berdampingan, dan kita pun bisa membuktikan bahwa dalam keberagaman, persatuan Indonesia tidak tergoyahkan.
Akhirnya, cukuplah apa yang telah diperjuangkan oleh para sesepuh bangsa kita. Kita tinggal melanjutkan, jaga harmoni pluralitas di Indonesia. Sekecil apapun bentuk rongrongan, baik itu pemikiran atau gerakan makar, baik melalui jalan agama, kesukuan, ras, atau pun lainnya, jika nyata-nyata mengancam Pancasila maka wajib ditentang. Sebagaimana fatwa almarhum KH Hasyim Asy'ari melalui Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah final.
Bangsa dan negara indonesia akan menjadi bangsa dan negara besar dengan penduduk yang sangat besar pula. Oleh karena itu, bangsa dan negara Indonesia akan memiliki identitas diri dengan jati diri yang khas dan berbeda dengan bangsa lainnya. Bangsa dan negara indonesia akan memberikan sumbangan besar terhadap perkembangan peradaban umat manusia di kemudian hari. Semoga.


hidup dalam pekerti
mati dalam budi
bila duduk, duduk bersifat
bila tegak, tegak beradat
bila bercakap, cakap berkhasiat
bila diam, diam makrifat

ke hulu sama bergalah
ke hilir sama berhanyut
terendam sama basah
terapung sama timbul






Kosakata :
1.      Budaya sekuler   : Budaya yang beranggapan bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada ajaran agama.
2.      Hedonisme           : Pandangan yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup.
3.      rule of law          : Kepastian hukum
4.      Primordialisme   : Pemikiran yang mengutamakan atau menempatkan pada tempat yang pertama kepentingan suatu kelompok atau komunitas masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA
·         Tim Sosiologi. 2004. Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Yudhistira



2 komentar: